Kamis, 05 September 2019

Jejak Sang Perwira



Jejak Sang Perwira
Oleh : Aisyah Nur Hasanah


Tekad terpatri dibuai ambisi
Tertanam kuat  dipematang senja
Simpuh lah tuan melipur lara
Berkorban dalam ranah renjana
Tak lekang oleh waktu, tak usang oleh zaman
Dibariskannya dalam terjal perjuangan
Ditempakannya dalam ranjau pengorbanan

Gagah menyerupa sang perwira bangsa
Bersimbah darah mengisyaratkan nestapa
Lemah,… Jiwa tengah tak brdaya
pasrah,… raga parah terluka

Rudal menembus langit, mnghitam
Menghantam sebilah bambu yang tergenggam
Kelam,.. kobar api dari hasil pertempuran
Bising,… suara ganas menggelegar peradaban
Gencatan senjata memangsa para durjana
Musuh berjatuhan,…  kemenangan kan tiba …

Sang pelipur lara,.. sang pembela bangsa
Gugur dalam perlawanan sengit nan mulia
Mengharum namanya di belahan nusantara
Semerbak mngaroma penjuru alam raya
Mewujudkan Indonesia Merdeka

Solo, 19 Agustus 2019





Biodata Penulis

Aisyah Nur Hasanah lahir di Sukoharjo, pada tanggal 1 Juli 1997. Nama Pena nya adalah Anha El – Zain. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. ia beberapa kali menjuarai lomba kepenulisan, baik ditingkat Daerah maupun Nasional. Prestasi yang pernah diraih antara lain, Juara 3 lomba Puisi tingkat Nasional dengan puisinya yg berjudul “Nyanyian keresahan”,   penulis terbaik tingkat Nasional dengan puisinya yang berjudul “Dawai Hijrahku”, 10 penulis terbaik tingkat Nasional dengan puisi ber tema “Secangkir Rindu”, Juara 1 lomba Cerpen Islami se-Eks Karesidenan Surakarta dengan karya yang brjudul “ Harga Mahal Sebuah Kejujuran”, dan lain sebagainya.


Dalam Do'a, Terselip Rindu Yang Menggelora

 Selayang Pandang

Aku berfikir semuanya tidak mungkin .

Yaa,… aku pernah berfikir pada suatu masa, masa yang amat jauh terlampaui. Keinginan dan hasrat yg tertanam sejak awal aku mengenal benih benih cinta. Sejak awal aku mengenal rindu. Dan sejak awal aku berniat untuk memilikinya. Tapi aku tidak tahu siapa, dimana, sedang apa dan semua seakan tabu. Semua semu. Hanya fatamorgana yg membayangi fikir ku di kala itu.

Aku tak prnah memintanya datang . Sampai waktu memberikan isyarat untuk dia datang. Berawal dari sebuah kisah dinamis disebalik benda persegi berlapiskan kaca dimana tiupan angin bisa menerobos masuk sesegar pagi kala itu. Aku melihatnya. Dan entah mengapa hati ini berbisik lirih mengungkapkan sebuah harapan. Sedangkan aku tidak tau siapa dia. Aku tidak tau dimana tempat tinggalnya dan aku pun tidak tau asal usulnya. Mana mungkin,… mana bisa…. lucu yaa...diriiku memang sangat sangat aneh sekali….

A long time a go, dan kini aku mngenalnya, merasa memiliknya, dan menaruh harapan besar kepadanya. Banyak sekali alasan yang membuatku memilihnya. Bunyak sekali. hingga alasan itu tak satupun yang dapat aku sebutkan. aku tak menemukannnya. Dan seringkali aku masih merasa tidak pantas. Aahhh siapa lah aku ….. sedangkan dia??? Hmm… mana mungkin, ini bagaikan langit dan bumi …. Tapi bagi Alloh semua terasa sangat mungkin dan sangat sangat mudah walupun pada pandangan manusia sesuatu itu dirasa semu.

Alasan besar mengapa aku mencintainya adalah “ KARENA AKU BENAR BENAR SANGAT MENCINTAINYA” 

yaa,,, aku benar-benar sangat mencintainya…. cinta karena cinta.  Itu lah alasanku mencintainya… dan sangat menyayanginya…. ….   
Lenteraku menyala, itu mengapa aku selalu merindukannya…. 
Jiwaku hidup, itu mengapa aku takut kehilangannya…..
dan Aku menemukan separuh jiwaku yg hilang ada pada dirinya… 
semua harapanku ada pada dirinya, dan dia permata.
Permata hidup sejak aku menemukannya...
maka aku selalu berdoa agar Tuhanku memudahkan , mmudahkan smuanyaaa… agar aku tidak kecewa dan dikecewakan oleh cinta…

Tidak ada salah satu alasanpun yg bisa mengalahkan satu alasan itu. Sebuah alasan yang tidak pernah bisa memberikan alasan berikutnya. sebuah alasan yang tidak akan pernah bisa di jabarkan dengan kata, dituliskan atau pun diungkapkan dengan lisan.  Sebuah alas an besar pasti menyimpan rahasia besar. Rahasia itu adalah "AKU SANGAT MENCINTAINYA”, AKU MENCINTAINYA KARENA AKU SANGAT MNCINTAINYA”

From me to you ,...
Solo, 14 Juni 2019



Celoteh Kata




Pelitaku telah redup .... celoteh kata,...
Separuh pelitaku sudah tidak menyala …. Aku mencoba mengisinya agar tetap hidup, tapi ternyata tidak juga menyala sempurna. Sampai kapan pelitaku redup? Bagaimana aku menjaga dan mengembalikannya agar tetap terang? Aku kehilangan kesempurnaanya, meratapi kekurangannya, mencoba dan mencoba memperbaikinya. Sebongkah hati ini tengah terluka. Adakah penawarnya? Adakah secawan pnghilang lara ?

Tidak akan pernah ada yg tau maksud hati berbicara, dan bersabar adalah peredamnya.

Hujan di Awal Oktober

mendung menggantung sedari malam menggulita, rinai tak mau kalah menjatuhkan ke tanah pertiwi. menyapa shubuh berbalutkan kedinginan. oh.. b...